Dedikasi pada Kebenaran


Saudara Ar, seorang priya 38 tahun, sarjana seni yang membuat biro iklan dengan 3 temannya, menulis ke rubrik kita ini. Semula usahanya berjalan tersendat, tak terlalu banyak pesanan. Tapi kemudian mendadak meningkat. Ini menyebabkan jam kerja tak beraturan. Kadang sampai larut malam Ar tak bisa pulang. Ia kehilangan banyak waktu dengan keluarganya. Belum lagi kalau temannya sakit atau berhalangan. Ia harus menggantikan pekeerjaan temannya itu. Hidupnya jadi kalang kabut. Ia lalu sering mengkonsumsi alkohol.
Sedang Jhn, seorang mahasiswa tingkat akhir, menulis tentang kesulitannya membagi waktu. Ia kuliah sambil bekerja – atas kemauannya sendiri untuk membantu membiayai sekolah adiknya - di rumah makan yang makin lama semakin laris. Ia terancam untuk dikeluarkan dari pekerjaan yang gajinya lumayan itu (sebagai juru masak), bila terus-terusan minta ijin untuk kuliah. Ia menghadapi problem dengan waktu kerjanya. Dari seorang temannya, ia mendapat ganja dan sabu rutin.
***************
Hal yang membuat hidup menjadi sulit adaalah karena proses untuk menghadapi berbagai permasalahan dianggap sebagai sesuatu yang menyakitkan. Berbagai masalah – tergantung pada karakternya – meniombulkan frustasi, kesedihan, kedukaan, kemarahan atau depresi. Ini adalah perasaan yang tidak menguntungkan dan tidak menyenangkan.
Disiplin adalah peralatan dasar yang kita perlukan untuk mengatasi permasahan hidup. Tanpa disiplin kita tidak dapat memecahkan dan menyelesaikan apapun. Kita baru bisa memecahkan semua permasalahan ketika kita mampu berdisiplin secara total.
Scott Peck, seorang psikiater peneliti di Amerika, menulis ada empat jenis disiplin, yaitu : (1) penundaan kepuasan; (2) penerimaan tanggung jawab; (3) dedikasi terhadap kebenaran; dan (4) keseimbangan.
Kita tidak dapat menyelesaikan permasalahan hidup kecuali dengan memecahkannya. Mudah untuk mengatakan tapi sulit untuk menerapkannya. Kita harus terlebih dahulu menerima tanggung jawab terhadap suatu masalah sebelum kita dapat memecahkannya.
Kita tidak bisa memecahkan masalah dengan hanya berkata : “Ini bukan masalah saya”. Kita tidak bisa memecahkan masalah dengan berharap orang lain yang akan memecahkannya bagi kita. Saya dapat memevahkan masalah hanya ketiksa saya berkata, “Ini adalah masalah saya dan tergantung saya untuk memecahkannya”. Tetapi sangat banyak orang yang berusaha menghindari rasa sakit dari permasalahan mereka dengan berkata pada dirinya sendiri, “Masalah yang menimpa saya ini disebabkan oleh orang lain atau oleh situasi sosial di lingkungan saya yang ada di luar kontrol saya, maka terserah mereka di lingkungan yang menyelesaikannya”. Hampir semua pecandu yang datang berobat pada saya adalah orang-orang seperti ini.
Mereka selalu mengatakan bahwa teman-temannyalah, lingkungannya, yang menyebabkan mereka jadi pecandu. Mereka tak bisa menahan “rasa sakit” karena harus memikul tanggung jawabnya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya dan memakai heroin, sabu, ganja atau alkohol.
Hingga kini banyak dari kita dari waktu ke waktu berusaha untuk menghindari – dengan cara yang sangat tidak kentara – rasa sakit menerima tanggung jawab untuk masalah kita sendiri. Saudara Ar dan Jhn tak kan bisa menyelesaikan persoalannya - yang berkaitan dengan waktu kerja - dengan memakai zat-zat adiktif itu tiap hari. Ia seharusnya mengatakan, “Waktu saya adalah tanggun jawab saya. Sayalah yang memutuskan bagaimana saya ingin memanfaatkan dan mengatur waktu saya”.
Perangkat lain dari disiplin atau teknik untuk mengatasi rasa sakit pemecahan masalah – yang harus terus menerus dipakai bila kita ingin jiwa kita berkeembang dengan sehat – adalah dedikasi pada kebenaran. Hal ini jelas karena kebenaran adalah realitas yang “tersembunyi”.
Semakin jelas kita melihat realitas dunia, semakin kita mampu mengatasi dunia. Semakin tidak jelas kita melihat realitas dunia – pikiran kita dipenuhi oleh ketidakjujuran, kesalahan persepsi, dan ilusi – semakin tidak mampu kita menentukan rangkaian tindakan yang tepat dan membuat keputusan bijak.
Pandangan kita tentang realitas seperti peta yang digunakan untuk menegosiasikan wilyah hidup kita. Bila peta itu tetap dan akurat, kita biasanya akan mengetahui posisi kita. Dan bila kita telah memutuskan arah yang akan kita tuju, kita tahu cara untuk mencapai posisi tersebut. Bila peta salah dan tidak akurat, kita biasanya akan tersesat.
Meski hal ini nampak jelas, tapi ini merupakan sesuatu yang oleh sebagian orang ddiabaikan. Mereka mengabaikan karena rute menuju realitas tidaklah mudah. Sebab kita tidak lahir dengan peta. Kita harus membuatnya sendiri dan melakukan usaha yang diperlukan untuk mewujudkannya. Semakin banyak usaha yang kita buat untuk menyadari dan memahami realitas, peta kita akan semakin besar dan akurat.
Akan tetapi, banyak orang yang tidak mau melakukan usaha ini. Bebeerapa orang berhenti melakukannya di akhir masa remajanya. Peta mereka kecil dan tidak jelas, pandangan mereka tentang dunia sempit dan keliru. Di akhir usia pertengahan banyak orang menyerah dan tidak mau berusaha. Mereka merasa yakin bahwa peta mereka lengkap dan pandangan mereka benar – bahkan suci – dan mereka tidak lagi tertarik dengan informasi baru. Hanya sedikit orang yang terlatih dan beruntung yang terus meneliti misteri realitas hingga mati. Mereka bahkan selalu memperluas, menyempurnakan, dan mendeskripsikan ulang pemahaman tentang dunia dan hal-hal yang benar.
Masalah terbesar dari pembuatan peta bukan karena kita harus memulainya dari sketsa, tapi bila kita menginginkan peta kita akurat, kita harus terus menerus menyempurnakannya. Dunia selalu berubah. Bencana lahar datang dan bencana pergi. Budaya datang dan budaya pergi atau terkubur. Teknologi baru datang silih berganti. Bahkan yang lebih dramatis, titik tempat kita melihat dunia, terus dan cukup cepat berubah.

---------------------------

Menghentikan Hasrat untuk Menang demi Perkembangan Mental


Ironis memang. Setiap orang punya keinginan untuk sukses dan berarti pasti punya hasrat untuk menang. Mengapa harus dilepaskan? Banyak sekali pengajaran motivasi untuk menang diceramahkan oleh para motivator – khususnya dalam bisnis – mengapa malah harus dibuang hasrat yang sangat berharga ini? Ya, karena dalam praktek kehidupan, seringkali hasrat ini malah menyebabkan orang itu tertekan, kecewa, frustasi dan akhirnya depresi.
Seperti saudara MN yang menulis pada saya tentang usahanya memperjuangkan “rencana strategik” perusahaannya selama 5 tahun yang harus diterima direktur utama bersaing dengan renstra bikinan sekelompok rekan-rekannya yang berbeda prinsip dengannya. Pak MN tak ingin bermusyawarah dengan rekan-rekannya itu dan justru menantangnya bersaing. Akhirnya pak MN merasa tertekan, selalu was-was, akhirnya frustasi. Orang Jawa bilang “wani ngalah duwur wekasane” , mungkin perlu direnungkan untuk kasus ini. Zen mengatakan manusia stres, atau tertekan, karena “attachment” atau kelekatan-kelekatannya sendiri dalam hidupnya. Kelekatan pada hasrat untuk menang.
****************
Sering kali, ketidakmampuan seseorang melepaskan diri atau menghentikan hasratnya untuk menang menyebabkan ia membutuhkan pertolongan psikiatris. Ambivalensi dan keragu-raguan untuk melepaskan apa yang sudah sekian lama melekat dirinya memang membutuhkan pertolongan orang lain yang profesional. Tapi, keeputusan untuk mencari pertolongan psikiatri dalam diri individu merepresentasikan upaya menghentikan citra diri bahwa “saya baik-baik saja”. Penghentian ini terutama sulit bagi kebanyakan pria dalam kebudayaan kita yang bagi mereka perasaan bahwa “saya tidak baik-baik saja dan saya membutuhkan bantuan untuk memahami mengapa saya tidak baik-baik saja dan bagaimana saya menjadi baik-baik saja” sering dan secara menyedihkan disamakan dengan “saya lemah, tidak maskulin, dan tidak berdaya”.
Sesungguhnya prroses pelepasan hasrat atau penghentian sering sudah dimulai sebelum individu sampai pada keputusan mencari pertolongan psikiatri. Selama proses penghentian hasrat untuk menang itu individu merasa tertekan. Ini karena perasaan yang dikaitkan dengan menghentikan sesuatu yang dicintai – setidaknya sesuatu yang menjadi bagian dari diri kita dan sudah akrab – adalah depresi (kehilangan obyek cinta).
Karena orang-orang yang sehat secara mental harus berkembang, dan penghentian atau kehilangan “diri yang lama” merupakan bagian integral dari proses perkembangan mental spiritual, maka depresi adalah adalah sebuah fenomena normal dan sehat. Depresi menjadi tidak normal dan tak sehat bila ada sesuatu yang mengganggu proses penghentian tersebut – yang mengakibatkan depresinya menjadi berkepanjangan dan tidak bisa diatasi dengan menyelesaikan proses tersebut.
Ada banyak faktor yang bisa mengganggu proses penghentian tersebut. Salah satunya yang paling lazim adalah pola pengalaman pada masa anak ketika para orangtua atau takdir – yang tidak responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan seorang anak – merampas “banyak hal” dari diri seorang anak sebelum dia secara psikologis siap atau cukup kuat menyerahkannya untuk menerima kehilangan ini.
Pola pengalaman pada masa anak ini membuat anak tersebut sangat sensitif untuk mengalami kehilangan dan menciptakan kecenderungan yang lebuh kuat daripada yang ditemukan pada orang-orang yang lebih beruntung karena dapat mempertahankan “banyak hal” dan berusaha menghindari rasa sakit akibat kehilangan atau penghentian tersebut.
Karena itu, meski seluruh depresi patologis memiliki hambatan tertentu dalam proses penghentian itu, ada satu jenis depresi neurosis kronis dengan kesedihan traumatis – sebagai akar terpentingnya yang mempengaruhi kemampuan dasar seseorang untuk menghentikan segala hal. Depresi ini bisa disebut sebagai “neurosis penghentian”.
Sebagian besar individu yang meminta bantuan psikiatris hanya menghendaki pelepasan dari gejala-gejala depresi secara cepat – dengan obat antidepresan misalnya – hingga segala hal bisa berjalan sebagaimana mestinya. Mereka tidak tahu bahwa segala hal tidak dapat lagi “berjalan sebagaimana mestinya”. Tapi, pikiran tak-sadar mengetahui hal itu. Justru karena pikiran tak-sadar dengan kearifannya tahu bahwa “ segala hal yang harus berjalan sebagaimana mestinya” tidak dapat lagi dipertahankan, maka proses perkembangan dan penghentian dimulai pada tingkat tak sadar, dan depresipun terjadi.
Kenyataan bahwa pikiran tak sadar selangkah lebih maju dari pikiran sadar merupakan prinsip mendasar dari fungsi mental. Seperti halnya “krisis paruh baya”. Sesungguhnya ini hanya salah satu diantara banyak “krisis” atau tahap-tahap perkembangan yang kritis dalam kehidupan sebagaimana diajarkan Erik Erikson beberapa puluh tahun yang lalu. Erikson menngambarkan delapan krisis. Hal yang menimbulkan beragam krisis dalam berbagai periode transisi siklus kehidupan ini – problematis dan menyakitkan – adalah dalam upaya untuk melampauinya secara berhasil. Kita harus menghentikan ide, gagasan-gagasan, yang dulu dihargai dan cara-cara lama untuk melakukan dan memandang segala hal.
Banyak orang tidak mampu dan tidak bersedia menanggung rasa sakit akibat menghentikan (melepaskan) apa yang sudah berkembang tapi harus dilenyapkan. Mereka berpegang teguh pada pola “pemikiran dan perilaku” lamanya. Karena itu mereka gagal dalam menghadapi beragam krisis – gagal menjadi benar-benar dewasa – dan gagal mengalami rasa “kelahiran kembali” yang penuh kegembiraan dan suka cita mengiringi keberhasilan transisi menuju tingkat kedewasaan yang lebih tinggi.
1302438475786102495
Sebuah rumah hancur di tepi desa Kepuharjo Sleman DIY sesudah erupsi Merapi 4 Nop 2010 - dok.pribadi
Beberapa keadaan, hasrat, dan sikap terpenting yang harus dihentikan dalam perjalanan menuju perkembangan seumur hidup yang berhasil, diantaranya : hasrat akan penguasaan penuh atas kedua orangtua kita; ketergantungan masa anak; kemahakuasaan masa remaja, “kebebasan” tanpa komitment; ketertarikan seksual atau potensi masa muda; wewenang atas anak-anak kita, kemandirian kesehatan fisik, beragam bentuk kekuasaan sementara, dll.

---------------------------

Merubah Fokus Pikiran


Saya seorang pemuda, 25 tahun, mahasiswa suatu universitas terkenal di Yogyakarta. Asala saya dari NTB, disana dulu saya pernah mengalami depresi mental yang cukup berat sehingga harus ditangani psikiater di RSJ. Setelah depresi saya membaik, saya dinyatakan sembuh dan sudah boleh berhenti minum obat antidepresan. Lalu saya dikirim orang tua saya untuk kuliah di Yogya, dikontrakkan rumah, bersama kakak saya perempuan yang juga kuliah sudah hampir selesai.
Di bidang ilmu perkuliahan sesungguhnya tak begitu bermasalah bagi saya, karena bidang teknologi informasi memang bidang kesukaan saya, tapi yang menjadi masalah adalah interaksi saya dengan orang lain dan semangat hidup saya. Saya merasa kaku dan minder berhadapan dengan teman-teman saya, rasanya semua orang melihat saya dan tahu permasalahan masa lalu saya yang buruk. Saya tidak percaya diri harus bergaul bersama-sama orang lain menuntut ilmu di Yogya. Setiap hari rasanya kosong dan sering tak tahu apa yang harus dikerjakan. Setiap selesai kuliah, atau bila perkuliahan vakum, rasa malas dan tak ingin mengerjakan apa-apa selalu muncul, tak ada gairah hidup dan sepertinya saya tak ingin berkhayal tentang masa depan. Apa yang terjadi dengan saya, dok? Bagaimana cara mengatasi keadaan saya ini? Psikiater saya di NTB itu katanya teman dokter dan saya dianjurkan melanjutkan terapi saya ke dokter bila diperlukan. Mohon saran, terima kasih.
***************
Ya, mungkin memang ada gejala sisa dari kondisi anda dulu, karena yang anda uraikan adalah termasuk simtom-simtom depresi. Atau kondisi anda dulu itu kambuh lagi, karena sikap dan pola pikir yang masih sama. Tapi tidak apa, karena depresi bisa dialami setiap manusia mungkin 2 atau 3 kali dalam sejarah hidupnya, dan bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan. Depresi bisa diatasi dengan kemauan individu itu sendiri, dengan pertahanan dan dinamika mentalnya.
Caranya bermacam-macam, masing-masing individu punya cara sendiri yang paling cocok. Dan yang paling cocok untuk anda, saya kira, sebagai intelektual muda, adalah dengan membaca. Membaca buku-buku biografi tentang orang besar dan sukses, ditambah buku-buku untuk pengembangan dan peningkatan diri, meraih sukses, berpikir positif, tentang perubahan paradigma, meningkatkan kapasitas mental individual, dll. Buku-buku ini bila dirangkum, sedikit banyak akan bermanfaat juga, asal kita cukup bijak untuk mempraktekannya.
Dengan membaca, kita dapat memainkan pikiran kita sendiri. Ketika anda ingin melakukan sesuatu dan tiba-tiba rasa malas muncul jangan pernah mengucapkan atau berpikiran negatif. Lebih baik anda berpikiran positif karena bagaimanapun juga energi yang digunakan untuk berpikiran negatif atau positif adalah sebanding alias sama. Jadi, akan lebih baik jika anda hanya memasukkan pikiran positif saja. Otak secara otomatis akan menerima perintah dan masukan dari anda.
Kalau anda malas, pasti rasa malas akan terus menindih semua ide anda untuk bangkit. Otak anda akan selalu mencari alasan supaya anda terus malas. Seperti dinyatakan Quantum Learning, “Apa yang kita pikirkan akan menjadi kenyataan”. Kemudian, jika anda melakukan sesuatu hanya menunggumood, yang ada hanya perasaan malas dan enggan. Seharusnya, sedang mood atau tidak, kerjakan saja. Justru mood datang saat anda sedang melakukan suatu kegiatan, bukan sebelum kegiatan tersebut akan dilakukan. Dengan langsung kerjakan saja dan selalu berpikiran positif, semua itu akan membuat hidup anda lebih hidup. Rasa malas tidak akan pernah hilang jika anda terus berpikiran malas dan hanya menunggu kemalasan hilang, Just Do It!
Otak manusia hanya mengenal dua hal, yaitu mencari kesenangan dan menghindari penderitaan. Kita haruslah mempunyai pola pikir bahwa dengan membaca kita akan memperoleh kesenangan dan jika tidak membaca kita akan mendapat penderitaan. Setelah membaca atau mencermati biografi orang besar atau sukses, sebaiknya anda memfokuskan diri pada orang yang ingin anda tiru karena dengan fokus, energi yang anda keluarkan untuk mendapatkan apa yang anda inginkan menjadi lebih besar. Fokus dalam berpikir inilah merupakan hal yang dihambat oleh sinrom depresi sehingga latihan memfokuskan pikiran merupakan upaya jitu untuk mengenyahkan sindrom drpresi tanpa obat.
Kemudian orang harus mempunyai imajinasi, menciptakan visi atau tujuan. Tujuan ini adalah impian, yang kita perkirakan bisa kita capai atau menjadi kenyataan. Karena itu semua tujuan harus segera diikuti pengembangan rencana, juga dengan imajinasi, tindakan nyata dan konsistensi dalam mewujudkannya. Banyak orang yang mengaami kegagalan di masa lalu lalu takut menetapkan tujuan lagi, karena takut gagal dan kecewa. Kita tak ingin menyertakan seluruh kebahagiaan pribadi pada pencapaian tujuan yang mungkin berada di luar kendali kita. Kita mungkin kurang fleksibel melihat arah tujuan kita karena sebenarnya banyak hal yang lebih baik dan berharga daripada tujuan kita semula.
Semakin dekat dengan tujuan, semakin jelas hal-hal yang akan diperoleh. Tidak hanya tentang tujuan itu sendiri, tapi semua “detail” yang ada. Ini mungkin lebih malah lebih berguna, berharga atau mengilhami daripada tujuan semula. Banyak orang yang sukses bukan dari tujuan semula, tapi dari “detail-detail” yang muncul ini.
Kadang kita ingin mengubah apa yang kita rasakan, tapi kita tidak mampu melakukannya. Cara paling cepat untuk mengubah apa yang anda rasakan adalah dengan mengubah fokus. Jika anda ingin merasa tak berharga sekarang, cukup pikirkan hal-hal yang jelek dan memuakkan. Demikianlah halnya dengan otak kita. Fokuskan perhatian kepada apa yang kita inginkan. Jika anda ingin mengendalikan fokus dengan baik, fokuskanlah diri anda pada apa yang dapat dikerjakan dan dikendalikan.
Jika ingin bahagia sekarang, cukup fokuskan apa pun yang dapat membuat anda bahagia, misalnya keluarga dan teman-teman dekat. Inilah obat bagi orang yang dilanda depresi, karena orang depresi “tidak ingin bahagia”, “tidak ingin ditolong”, “tidak ingin dekat dengan teman-temannya yang baik”. Jadi fokuskan cita-cita dan impian sekarang juga! Hal ini akan membangkitkan enerji untuk merealisasikan sesuatu. @inukertapati-twit.
13051919731750207507
Gedung Pameran Jogja Art Festival (JAF) di Taman Budaya Jogjakarta, 2010 - dok.pribadi
1305192473497967935
Pantai Drini Gunungkidul, april 2011 - dok.pribadi

---------------------------

The Benzo-Pil Koplo is Come Back


Era “booming” heroin sudahlah berlalu. Hanya saya, mungkin anda, para polisi reserse narkotik, dan para pecandu sendiri yang tahu. “Booming” heroin tahun2 1996 sampai sekitar 2003 telah mulai mereda. Entah karena apa, mungkin ketatnya pengawasan kepolisian, sudah banyaknya pecandu2 atau calon pecandu addict heroin dan para kurir2 pengedar sampai bandar besar kecil yang ke “gap” alias ketangkap. Ditambah lagi pemasukan2 “barang” dari luar negri yang hampir selalu ketangkap di bandara. Mereka langsung dihukum. dipeenjara, entah berapa tahun.
Ini yang membuat para pecandu heroin yang semula berbondong-bondong mendatangi praktek saya untuk detoks, tahun2 sesudah 2004 mulai berkurang. Mungkin karena tak sempat “pakau” lagi karena keluar-masuk LP, atau kalau sudah lebih 5x dikirim ke Nusakambangan, atau meninggal karena overdosis dan komplikasi HIV/AIDS. Sisanya lagi mungkin sudah benar2 sembuh, sudah benar2 sadar untuk menghindari serbuk putauw, atau pindah ke zat adiktif lain.
Waktu tahun2 2005 itu yang terbanyak adalah alkohol, sabu-sabu, dan ganja. Inex atau ekstasi sangat sedikit dikonsumsi, untunglah, paling2 hanya Malem Minggu saja di diskotik2. Bila Pil Adam ini yang dipakai sebagai pengganti heoin, cepat hancurlah muda-mudi kita itu, karena dampaknya seketika yang cukup dahsyat. Aritmia cordis yang busa langsung meninggal, atau stroke karena tekanan darah yang meningkat lebih 220mg.
Di tahun 2008, atau 2009 nan tiba2 banyak anak muda berdatangan ke praktek saya di Jogya minta obat2 anxiolitik, anti cemas jenis2 tertentu, semuanya derivat Benzodiazepine.  Seperti lorazepam 2mg, alprazolam 2mg, estazolam 2mg, clonazepam 2mg, diazepam 5mg dan bromazepam 6 atau 12mg, dan bahkan obat kuno nitrazepam 5mg. Semuanya dosis kemasan tablet maximal, tak mau diberi dosis sedang 1mg atau minimal 0,25mg.
Mereka bilang merasa “enak” dan “bisa kerja” dengan obat2 itu yang katanya pernah “diberi temannya” atau pernah diberi dokter itu, ini, dokter sana, situ. Mereka menyebut psikiater, dokter spesialis lain, atau bahkan dokter umum. Tentu hal ini kurang bisa dipercaya, atau kalau mereka datang ke dokter lain mereka bisa saja bilang minta obat2 itu karena pernah diberi oleh psikiater adiksi, saya.
Nah, saya pikir era “pil koplo” tahun2 1980an telah datang kembali. Diwaktu itu heroin, sabu dan ekstasi belum ada sehingga para pecandu “hanya” memakai pil koplo (yang tenar waktu itu metal. lekso, Dum. Rohyp, sedatin dan MG). Sekarang pil koplo gerenrasi baru adalah seperti saya sebutkan diatas.
Apakah kriteria pil koplo itu? Tak jelas. Memang tak ada kriteria pastinya. Pil koplo adalah golongan obat2 anti cemas, dan golongan antiinsomnia, yang disalahgunakan. Dalam arti dipakai secara ngawur, tidak sesuai aturan dokter dan dosis terapeutik. Dipakai dalam dosis besar sekali tenggak untuk diambil “efek sampingnya”, melayang atau “high” dan “fly”. Berarti semua jenis obat anxiolitik dan antiinsonia bisa saja masuk kriteria “pil koplo”, bila dipakai dengan cara seperti itu.Disalahgunakan, dan diberikan pada orang lain, atau diperjualbelikan.
Tapi para pemuda itu akan menolak keras kalau dibilang pecandu, atau penyalahguna karena mereka hanya ingin fly atau “high”. Mereka bilang itu untuk kerja, untuk konsentrasi belajar, untuk PD, atau untuk tidur. Mereka tidak pernah merasa menjadi penyalahguna zat adiktif meski hidupnya tiap hari hanya untuk mencari pil-pil macam itu dan seakan tak bisa hidup bila tak menenggak tablet2 itu,
Jadi bila anda seorang dokter, dan anda manut saja didikte oleh anak2 muda itu untuk meresepi obat2 permintaannya tanpa menanyakan itu untuk apa, maka anda telah menciptakan seorang pecandu dari seorang calon pecandu, atau mendorong pecandu pemula menjadi pecandu berat (addict). Jasa anda lumayan besar dalam menghancurkan generasi muda kita sekarang.
Kalau saya, tentu saya akan sangat malu dan tak berani menghadiri Kongres Psikiatri, Seminar-seminar psikiatri apapun jika saya melakukan itu dan sejawat2 saya ber bisik2 “ngrasani” saya yang dulu dikenal sebagai psikiater adiksi sekarang menjadi psikiater yang menciptakan calon pecandu jadi pecandu, atau pecandu pemula jadi pecandu berat. Saya yang dulu susah payah mendetoks para pecandu heroin di tahun 1997an, dan mendirikan Wisma Tahitu di RSJM, bahkan dikenal mengobati vokalis2 band kenamaan di Indonesia itu, lalu tiba2 sekarang dengan mudah mau saja didikte pemuda2 itu untuk meresepi pil koplo? Bah!
Jadi yang saya kerjakan adalah psikoterapi “reedukasi” atau mendidik anak2 muda itu, dengan tegas tanpa bisa ditawar. Apakah mereka akan selamanya tergantung hidupnya pada obat2 itu? Apakah mereka tidak mau berhenti mencari obat2 itu setiap hari? Nah, mereka akan terus mendesak minta obat2 itu dan tak butuh dengan saran2 atau psikoterapi saya. Biasa, sama dengan pecandu2 heroin dulu. Butuh kepala dingin dan kesabaran luar biasa menangani mereka.
Obat2 yang dimintanya diganti dengan jenis lain, diracik diramu dengan antidepresan atau antipsikotik dosis kecil yang hanya untuk penghilang cemas. Lalu diberikan dalam kapsul. Dijamin mereka akan menolak dan balik lagi karena merasa “tak nyaman” atau tersiksa dengan obat2 kapsulan itu. Biar saja. Tegaskan pada mereka, obat2 ramuan itulah yang akan menyembuhkan mereka. Memang tidak enak, karena tak ada efek samping “fly” atau “high” nya. Nah pasien saya akan menurun banyak, anak2 muda itu pindah ke dokter lain yang mau menurutinya. Biar saja tak apa. Sejawat2 saya dokter2 lain itu nanti pada akhirnya akan sadar juga dan mengambil langkah yang sama dengan saya.
Hanya itu caranya untuk menghentikan mereka. Karena untuk gemerasi baru pil koplo ini nampaknya “pasar gelap” di luar tidak jalan. Mengapa? Jelas karena untungnya sangat sedikit berjualan pil-pil itu sedang resikonya sama besarnya dengan jualan narkotik, heroin atau ganja dan sabu-sabu. Pil koplo adalah psikotropika yang bila dipeerjualbelikan dan ketangkap, ancaman hukumannya bahkan lebih besar dari jualan narkotik.
Sayapun mengalami dipanggil kepolisian untuk memberikan keterangan ahli karena obat2 yang saya resepkan diperjualbelikan. Satu tablet yang harganya 4 ribuan bisa laku 10 ribu. Kemudian, kejaksaan memanggil saya sebagai saksi ahli dalam pengadilan, untuk kasus lain yang sejenis. Persis seperti di jaman heroin ssuntik dulu dimana setiap pecandu heroin yang ketangkap pasti pernah walau sekali berobat ke saya dan saya harus berulang kali datang ke Polres atau Polda untuk dimintai keterangan dalam pembuatan BAP. Wuah.
Tapi setelah semua resep obat saya racik dan dikapsul, Alhamdulilah tak pernah lagi pak polisi atau pak jaksa memanggil saya. Karena obat psikotropika yang dikapsul itu tak enak rasanya dan diberikan pada orang lain tak akan ada yang mau, apalagi di jual. Dan bila diminum tak sesuai aturan saya - yaitu satu kapsul pagi dan satu kapsul sore - misal 3 kapsul sekaligus, pasti nggeblag. Tidur nyenyak tak berasa apa2 - misal rasa melayang - dan paginya sukar bangun. Nah, masih ingin jadi pecandu? Tak enak bukan?
Inu Wicaksana @inukertapati-twit
1305887982128370259
After Merapi eruption in Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Jogya - photo by inuwicaksana - dok.pribadi
1305888246788065880
Kakak beradik pulang ke gubug senja hari di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman - tiga bulan setelah erupsi Merapi - photo by inuwicaksana - dok.pribadi.

---------------------------

JAMAN DULU “GELEK”, SEKARANG “CIMENG”, ITULAH GANJA PENGGANTI HEROIN


Ibu Nys, seorang ibu rumah tangga yang PNS, telah menulis pada rubrik kita ini, masalah putranya seorang siswa SMP, yang seminggu tak masuk sekolah, menentang orang tua dan gurunya, dan prestasi belajarnya menurun drastis. Putra ibu itu selama tidak masuk sekolah hanya main-main saja ke tempat teman-temannya. Dan jelas itu teman di luar sekolah yang tak jelas sekolah apa tidak. Ia mengaku mabuk-mabukan dan kegiatan lain yang tak jelas. Sebelumnya ibu menemukan sebuah bungkusan kecil kertas koran di bawah kasur putranya. Bu Nys membuka bungkusan itu dan mendapati rajangan daun dan rantung daun kering kecoklatan. Putranya mengaku itu cimeng titipan temannya, dan barang itu cepat diambil temannya kembali. Bu Nys khawatir putranya telah mulai mengkonsumsi ganja. Ia menanyakan pakah ciri-cirinya anak telah mulai pakai ganja dan apa pengaruhnya ganja bagi tubuh.
**********
Sesungguhnya secara hukum ibu Nys harus memberikan barang yang dibungkus kertas koran itu pada polisi dan melaporkan bahwa putranya menyimpan barang itu di bawah kasur kamar tidurnya dan bahwa putranya dengan teman-temannya telah mulai memakai zat adiktif itu, menyimpan atau memberikannya pada teman lain. Tapi mana ada di dunia ini seorang ibu melaporkan sendiri putranya dan teman-temannya telah memakai ganja serta menyimpannya di kamarnya? Kecuali kalau sudah benar-benar menthok.
Karena masih di bawah umur, putra ibu itu harus mendapat peringatan keras sekaligus pembinaan untuk menjauhi barang-barang terlarang macam itu. Ganja meski secara pharmakologis tak termasuk narkotika, tapi dalam Undang-Undang Narkotika no 35 tahun 2009 termasuk narkotika golongan 1, sama seperti Undang Undang sebelumnya, tahun 1992. Memakainya sendiri terancam hukuman 1-2 tahun, menyimpan dan memberikannya pada orang lain diancam hukuman 4 tahun keatas.
Di negara kita ganja atau cannabis “naik daun” pada tahun 1970an, bersamaan dengan gelombang generasi “hipies” di Amerika. Di Jogya banyak dibawa turis-turis aing di Malioboro, dikonsumsi dengan dirokok dan disebut “gelek”. Di Indonesia banyak dihasilkan di Aceh, disana dipakai sebagai penyedap bumbu masak yang ikut digodok dalam kuali atau panci bersama sayur.
kemudian tahun-tahun berikutnya penggunaan ganja ini menurun, agak meningkat lagi tahun 1980an bersama meningkatnya pil koplo, lalu menurun lagi drastis dan tahun-tahun 1997an meningkat lagi bersamaan dengan”booming”nya heroin. Ganja disebut “cimeng” dan dipakai sebagai zat pengganti bila heroin tak bisa didapat.
Ganja, mariyuana, atau kanabis berasal dari tanaman Kanabis, sejenis tanaman perdu yang bisa beberapa meter tingginya, mengandung zat psikoaktif delta-9 tetra-hidro-kanabinol (THC). Kadar tertinggi THC terdapat pada pucuk tanaman betina yang sedang berbunga, tetapi juga terdapat pada daun dan rantingnya. Karena itu ganja dikemas dengan dikeringkan dan ditumbuk daun, ranting dan bunganya. Kanabis tumbuh di daerah tropis dan subtropis, seperti Indonesia, Thailand, Sumatra, Kolombia dll. Diantaranya banyak species kanabis, yang tergolong drug type mengandung THC sampai 5%, bahkan bisa mencapai lebih dari 10% bila cara penanamannya diperbaiki.
Di Amerika dikenal banyak nama untuk ganja dalam bahasa gaul – seperti gelek dan cimeng di Indonesia – yaitu Buddah sticks, Dope, Grass, Acapulco gold, Jive, Stick, dll. Ganja dapat dikonsumsi sebagai makanan dalam bentuk manisan, diseduh seperti teh dan kopi, tapi kebanyakan cara penyalahgunaan adalah diracik lembut dan dirokok seperti merokok tembakau.Di Indonesia, ganja banyak dijumpai di Aceh sebagai tanaman tradisional warisan leluhur, dipakai sebagai bumbu masak penyedap makanan yang direbus dalam kuali bersama sayur. Karena direbus dan dimakan bersama sayur, dalam jumlah relatif sedikit, maka zat psikoaktifnya tak begitu terasa. Beda dengan dikeringkan dan dirokok, zat psikoaktifnya akan maksimal, maka ganja termasuk zat adiktif “inhalant” atau disedot lewat pernafasan.
Karena mungkin dianggap tanaman yang tumbuh alami secara tradisional inilah maka dua tahun lalu saya mendengar ganja atau kanabis ini dilegalkan di negeri Belanda. Entah negara-negara lain di Eropa. Bahkan disana berbagai jenis dan bentuk ganja dari seluruh dunia di pamerkan di cave-cave dan kanabis dari Indonesia termasuk jenis bagus yang digemari. Di Indonesia orang menanam dan memelihara ganja jelas untuk disalahgunakan sebagai zat adiktif karena memberikan keuntungan yang sangat besar, karena itu Indonesia tidak melegalkan dan melarang dengan Undang-Undang Narkotika no 35 tahun 2009.
Bagi pemula, atau orang yang baru mulai mencoba, pada waktu intoksikasi akan mengalami kecemasan hebat selama 10-30 menit, rasa takut mati, gelisah, hiperaktif, kecurigaan, takut tidak bisa mengendalikan diri, dan takut menjadi gila. Jadi mirip gangguan panik. Tapi kemudian jadi tenang, gembira berlebihan, banyak bicara, badan merasa ringan seperti bisa melayang. Segala stres psikisnya akan hilang, ia merasa diri dan omongannya hebat, idenya bertubi-tubi, timbul waham curiga yang tak begitu menyebabkan takut malah mentertawakan dan dinikmatinya.
Muncul halusinasi penglihatan berupa kilataan-kilatan sinar, bentuk-bentuk amorf dengan warna warni cemerlang. Pengaruh ganja pada penggunaan melalui rokok timbul setelah 20-30 menit dan bertahan 2-4 jam. Setelah itu individu akan mengalami “gejala putus zat” berupa ilusi-ilusi mengerikan, pusing-pusing hebat (cephalgia), tidak doyan makan, mual-mual dan badan lungkrah aras-arasen. Sering timbul curiga-curiga hebat atau “reaksi paranoid akut”.
Penggunaan ganja dalam jangka waktu lama dan dalam jumlah banyak dapat mempengaruhi pikiran, menurunkan kemampuan baca, berbicara dan berhitung, menghambat sosialisasi, menghindari persoalan hidup. Gerak anggauta badan melambat, perhatian terhadap sekitar berkurang. Dorongan semangat hidup berkurang banyak sampai tidak memikirkan masa depannya, disebut “sindrom amotivasional”. Bisa terjadi peradangan paru yang menimbulkan penyakit pernafasan. Memperburuk aliran darah koroner yang menyebabkan serangan angina pektoris.
13065017601564993149
Inu Wicaksana dengan karya seno fotonya "after Merapi Eruption" do pameran seni foto amatir di Saphir Jogya Mart 2011 - dok.pribadi.
Ganja menimbulkan perubahan pada sel otak sehingga bisa menyebabkan atrofi sel otak. Lebih banyak mengandung zat karsinogenik daripada tembakau sehingga bisa menimbulkan kanker. Serangan psikosis sementara dapat terjadi dengan gejala waham dan halusinasi tanpa tilikan yang mirip dengan skizofrenia. Karena dampak buruk ini semua maka ganja benar-benar harus dihindari. Gejala putus zat yang terjadi bisa di “detoksifikasi” dengan obat-obat psikotropika selama sebulan, dan bila tak bisa menghindari ajakan teman harus masuk panti pemulihan (rehabilitasi) minimal 6 bulan.

---------------------------

Jadilah Diri Sendiri


Barangkali kasus terbanyak dari kaum muda yang berdatangan ke praktek psikiatri dewasa ini adalah kurangnya kepercayaan diri. Kaum muda-mudi itu sudah “kepepet” dan terpaksa datang ke dokter spesialis orang “sakit jiwa” dengan mengeluh, sedih, frustasi karena dirinya tidak seperti teman-temannya kuliah, teman-teman disekitarnya, atau adiknya dan kakaknya yang menurutnya hebat. Mereka tak percaya diri, gugup, gagap, tak bisa bahagia (anhedonia) dan minta obat untuk PD.
Saya dan rekan-rekan saya psikiater pastilah tersenyum, karena tak ada obat untuk PD selain “metildioksi-metamfetamin” alias ekstasi. Dan ini termasuk Napza psikotropika, jadi jelas merusak tunuh dan pikiran. Obat untuk PD adalah pola pikir dan sikap diri mereka sendiri.
Seperti adik Tn, seorang mahasiswa ekonomi manajemen, yang datang ke praktek saya diantar kakaknya perempuan yang juga mahasiswa. So Tn merasa sedih dan frustasi karena tidak seperti kakanya laki-laki yang tinggi dan gagah, selalu menjadi MC pada berbagai acara di kampusnya, pandai menyanyi dan main orgen pula. Atau tidak seperti adiknya yang masih SMA, tinggi atletis, jadi tim basket dan voley sekolahnya, dan menjadi peragawan pula.
*********************
Saya lama merenung menghadapi adik Tn ini. Karena menurut mbakyunya ia jadi penyendiri, banyak melamun, selalu muram dan berpikir negatif, dan mulai tak mau kuliah. Yah, gejala-gejala depresi taraf sedang ke berat mulai nampak. Harus saya berikan obat antidepresan taraf ringan supaya pikirannya terbuka dan agak bersemangat sedikit untuk saya ajak bicara. Lalu terapi perilaku, tapi apa?
Saya kirim ia ke teman saya psikolog untuk tes-tes bakat dan kepribadiannya, guna menyelidiki apa saja kelebihannya. Ternyata ia mempunyai IQ spatial dan motorik (mekanik) tinggi, selain kemampuan matematika yang hebat. Ia memang sopir mobil yang handal dalam keluarganya. Bapak, ibu, dan seluruh saudaranya tergantung pada dia kalau mau bepergian jauh keluar kota. Meski keluarganya punya sopir, tapi tak ada sopir yang setrampil dia dalam mengemudikan mobil keluar kota jarak jauh. Si Tn juga aahli dalam menservis mobil. Dua mobil keluarganya praktis jalannya tergantung tangannya. Mengapa ini tidak saya tanamkan untuk menyadarkannya bahwa ia punya bakat yang tak dimiliki sembarang orang?
Selain itu Tn sangat pintar dan trampil dalam komputer. Seluruh keluarganya, bahkan teman-teman kuliahnya tergantung pada dia kalau urusan komputer. Maka saya anjurkan ia untuk kuliah di Jurusan Teknologi Informasi (IT), sambil tetap kuliah di Ekonomi Manajemen.Beberapa bulan kemudian Tn datang ke praktek saya sambil mengatakan bahwa ia sangat menikmati kuliahnya di IT. Ia merasa bakatnya bisa disalurkan. Maka cepat-cepat ia saya anjurkan bikin Blog IT dengan namanya sendiri. Ia saya minta mengisi Blognya setiap 2 hari dengan masalah-masalah teknis komputer dan pengetahuan IT yang rumit.
Karena memang berbakat, maka Blog IT nya sukses dan dikunjungi ratusan orang setiap harinya. Ia jadi tenar di kalangan muda-mudi karena semua anak muda sekarang tentu ingin tahu permasalahan komputer yang ngremit. Kakak laki-laki dan adiknya yang “selebritis muda” itu jadi melongo melihat itu. Mereka ganti yang stres karena kegiatan MC, penyanyi dan pemain band, main basket dan volley, peragaan busana itu hanya sementara sifatnya.
Apa yang bisa merubah Tn dalam sekejap bisa menerima dirinya dan bersemangat dalam hidupnya hingga memperoleh kepercayaan diri yang hebat? Hanya sebuah perkataan yang sederhana, “Jadilah dirimu sendiri”. Semua manusia secara tersembunyi dikaruniai Tuhan banyak kekurangan dan banyak kelebihan. Kita harus “menyelidiki” kelebihan-kelebihan masing-masing anak dan mengembangkannya semaksimal mungkin hingga ia mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam kehidupannya.
13117659531291029692
Pak Tua dan gerobaknya di bekas kota Batavia Belanda 1700 di kota tua Jakarta, Juli 2011 - dok.pribadi
1311766141978404712
Saya di gedung VOC Belanda th 1750 di kota tua Jakarta, Juli 2011 - dok.pribadi.
Ternyata tak cukup hanya prestasi studi yang tinggi, atau juara sekolah, untuk memperoleh hal itu. Dibutuhkan “kejuaraan” dalam hal-hal praktis dan nyata dalam kehidupan untuk membentuk kepercayaan diri seorang anak.
“Saya bisa berubah dalam semalam”, tulis Tn kemudian pada saya. “Saya mulai menjadi diri saya sendiri dan tidak terus menerus membandingkan diri saya dengan kakak, adik, dan teman-teman saya. Saya mencoba mengenali dan mempelajari beberapa titik keunggulan saya yang tak dimiliki orang lain.
Saya berpakaian dan berpenampilan dengan gaya saya sendiri dan tak selalu meniru kakak dan adik saya yang peragawan. Saya mulai bersikap terbuka dan mencoba memperoleh teman-teman saya sendiri. Saya bergabung dengan tiga perkumpulan, di kampus dan di luar kampus, kecil-kecil saja, dan masih merasa ketakutan setiap kali mereka memasukkan saya pada sebuah program. Tapi setiap kali saya berbicara saya memperoleh sedikit keberanian.
Ini banyak didukung oleh kemampuan saya menyetir mobil karena dalam program-program kunjungan keberbagai tempat mereka senang dan merasa mantab bila saya yang nyopir. Terlebih lagi setelah mereka mengetahui kemampuan saya dalam komputer. Hal ini cukup memakan waktu, tapi sekarang saya memiliki lebih banyak kebahagiaan dibandingkan dari apa yang sebelumnya hanya saya impikan. Saya tak membutuhkan lagi obat antidepresan dan anticemas”. Jelas saya bahagia dengan tulisan sms nya yang panjang ini.
Masalah kemauan menjadi diri sendiri ini adalah “sama tuanya dengan sejarah”, kata Dr.James Gordon Gilkey, “ dan sama universalnya seperti kehidupan manusia.” Masalah ketidakmauan dan ketidakmampuan menjadi diri sendiri adalah sumber air yang tersembunyi dari banyak gangguan mental dan perilaku.
Angelo Patri telah menulis 13 buku dan ribuan artikel di surat kabar tentang masalah pendidikan anak, dan ia mengatakan : “Tidak ada seorangpun yang lebih sengsara dibandingkan dengan seseorang yang menginginkan menjadi orang lain dan sesuatu yang selain dari dirinya sendiri secara jiwa dan raganya”.
William James dalam bukunya yang terkenal menyatakan, bahwa ia sedang berbicara tentang orang-orang yang tidak pernah menemukan diri mereka sendiri ketika ia menyatakan bahwa kebanyakan orang hanya mengembangkan sepuluh persen dari kemampuan mentalnya yang tersembunyi.
“Dibandingkan dengan kita yang seharusnya”, ia menulis,”kita hanya separuh sadar. Kita hanya menggunakan sebagian kecil saja dari kemampuan fisik dan mental kita. Sesorang manusia sesungguhnya hidup jauh di dalam batasannya. Ia memiliki bakat dan kekuatan berbagai rupa yang karena kebiasaan, telah gagal digunakan olehnya”.
Anda dan saya juga memiliki kemampuan seperti itu, jadi janganlah menyia-nyiakan waktu satu detikpun untuk merasa cemas dan sedih karena kita tidak bisa seperti orang lain. Anda adalah sesuatu yang baru di dunia ini. Tidak pernah sebelumnya, sejak permulaan waktu, ada seseorang yang terlahir persis seperti anda. Dan tidak akan pernah juga sepanjang masa-masa mendatang akan ada seseorang yang seperti anda lagi.
Ilmu relatif baru tentang genetika memberitahukan kepada kita bahwa anda sebagian besar adalah hasil dari dua puluh empat kromosom yang berasal dari ayah anda dan dua puluh empat kromosom dari ibu anda. Empat puluh delapan kromosom ini mencakup semua hal menentukan yang akan anda warisi. “Di dalam setiap kromosom,” kata Amran Sceinfeld,” ada antara beberapa buah sampai ratusan gen-gen – di mana satu gen, dalam beberapa kasus, bisa merubah keseluruhan hidup seseorang.”
Jadilah diri anda sendiri. Seperti nasehat besar yang diberikan Irving Berlin kepada George Gershwin. Berlin adalah musikus dan komposer tersohor dan Gershwin komposer muda yang baru mulai. Berlin yang terkesan dengan kemampuan Gershwin, menawarkan kepadanya sebuah pekerjaan ebagai sekretaris musiknya dengan gaji tiga kali lipat dari pendapatan Gershwin.
“Tapi jangan ambil pekerjaan ini”, Berlin menasehatkan, “Jika anda melakukannya, anda akan tumbuh menjadi Berlin kedua. Tapi bila anda berkeras dan bersemangat menjadi diri sendiri, suatu saat nanti anda akan jadi Gershwin kelas satu”. Gershwin mengikuti nasehat ini dan secara perlahan membangun dirinya menjadi seorang komposer musik paling terkenal Amerika di jamannya.

---------------------------

Tak Tahan Dikritik


Siapa pula orang yang tak pernah dikritik dalam hidupnya? Sejak kecil sampai lanjut usia tentu manusia pernah menerima kritik dari orang lain. Ada kritik yang biasa saja ada pula yang pedas menyakitkan. Demikian pula ada orang yang tahan terhadap kritik ada yang tak tahan dan menderita. Seperti Pak Han yang menulis ke KR Minggu, bahwa ia terpaksa pindah dari pekerjaannya yang bagus di bagian analis kredit sebuah Bank besar di Jakarta, karena tak tahan dengan kritik terus menerus dari rekan-rekan kerjanya sendiri. Lalu pindah ke Bank lain di Jakarta.
Disinipun ia mendapat kritikan pedas, bahkan dari atasannya, maka ia keluar. Ia beruntung mendapat pekerjaan di Bank luar Jawa. Tapi tak lebih dari setahun ia mendapat kritikan tajam dari rekan-rekan dan atasannya. Ia mengalami nyeri dada berulang kali, sesak napas, pusing berdenyut, berkeringat dingin dan gemetaran, mual-mual dan sulit tidur. Pak Han mengalami mungkin psikosomatik, atau gangguan lain, somatoform sebagai pemindahan dari konflik-konfliknya tak tahan dikritik. Ia kebingungan karena di semua tempat kerja kok selalu ada orang jahil yang mengkritiknya dengan menyakitkan.
**************
Memang kritikan ada dua, kritik yang destruktif, didasari kebencian dan berupaya menghancurkan, menjatuhkan, atau sekedar mengejek sebagai pelampiasan, dan kritik membangun yang tulus didasari untuk kebaikan atau pelurusan. Keduanya dibedakan dengan gaya bahasa yang digunakan, dan cara kritik itu dilancarkan. Namun kadang prakteknya, apalagi bila emosi sudah terluka, kita sukar membedakan keduanya. Kadang ada pula kritik yang dilontarkan asal-asalan, asal bunyi atau asal tulis tampa motif apa-apa.
Berulang kali saya katakan pada individu yang berkonsultasi pada saya untuk “ndableg” saja, atau “cuek” atau “tak peduli”, tapi nampaknya ini sulit dikerjakan oleh mereka yang terkena kritik itu. Jadi dibutuhkan contoh yang mantab.
Mayor Jendral Smedley Butler, seorang jenderal Marinir Amerika Serikat yang tersohor sebagai Si Tua “Setan Neraka” Butler dalam wawancaranya dengan seorang wartawan penulis Amerika menceritakan bahwa sejak muda ia ingin menjadi seorang yang populer, ingin membuat sebuah kesan yang baik pada semua orang. Pada masa itu kritikan yang paling kecil sekalipun akan membuatnya menjadi panas dan menderita. Tapi kemudian 30 tahun di Marinir telah mengeraskan kulitnya.
“Saya pernah dicemooh dan dihina”, katanya, “dan dicaci maki bagai seekor anjing buduk atau ular. Saya telah pernah dikutuk dan disumpahi oleh pakar-pakar perang. Saya pernah dijuluki dengan semua kombinasi paling mungkin dari kata-kata kotor yang tak bisa dicetak yang terdapat dalam bahasa Inggris. Apakah itu sekarang mengganggu saya? Tak akan! Ketika saya mendengar seseorang menyumpahi saya sekarang, saya tak pernah berpaling kepala untuk melihat siapa yang bicara”.
Nah, ini contoh paling mantab dari sikap “ndableg” terhadap kritik. Baik kritik destruktif, membangun atau lebih banyak, kritik asal bunyi. Jendral yang kebal kritik ini telah membuktikan dirinya menjadi tokoh perang paling ditakuti lawan dan paling berjasa bagi negerinya di jamannya. Tapi kebanyakan dari kita memang tak kebal kritik dan sukar bersikap “cuek” bila dikritik.
Direktur saya di RSJ tempo dulu, tahun 1993an, dr Nanang A. Parwoto SpKJ, pernah menasehati saya dan senior saya dr Wildan SpKJ yang sering bingung bila dikecam orang. Pak Nanang memandang tegas ke mata kami dan berkata : “Jangan pernah terganggu dengan apa yang dikatakan orang, selama anda tahu di dalam hati anda bahwa anda benar”. Kata-kata ini bertahun-tahun kemudian seakan-akan menjadi “Benteng Vredeburg” bagi kami dalam pekerjaan kami di lapangan kesehatan jiwa masyarakat. Makin tinggi jabatan dan kedudukan seseorang, tentu makin banyak pula kritik yang dialami. Makin tinggi pohon, makin hebat pula terpaan angin padanya.
Matthew C. Brush menjadi presiden American International Corporation di 40 Wall Street menulis dalam bukunya, “Jika kamu menempatkan kepalamu diatas kumpulan orang, kamu akan dikritik. Jadi biasakan dengan hal itu”. Hal ini membantu saya dengan luar biasa, tulis Matthew. Sejak saat itu saya menjadikannya sebagai peraturan untuk melakukan hal terbaik yang bisa saya lakukan dan kemudian memakai “payung tua” saya dan membiarkan hujan kritikan mengalir ke bawah dan bukannya membasahi leher saya.
Deems Taylor menulis dalam bukunya Of Men and Music, bahwa ketika ia bekerja sebagai komentator radio Philharmonic-Symphony Orchestra, seorang wanita menulis surat kepadanya yang menyebutnya sebagai “Seorang pembohong, seekor ular, dan orang gila”. Pada siaran minggu berikutnya, Taylor membacakan surat itu di radio pada jutaan penggemarnya – dan menerima surat lain dari wanita yang sama beberapa hari kemudian, “mengungkapkan pendapatnya yang tidak berubah”, kata Taylor, “bahwa saya masih seorang pembohong, seekor ular dan orang gila”. Nah, sekarang, siapa yang “gila” sesungguhnya? Wanita pengkritik itu atau Taylor yang dikritik dan mempunyai jutaan penggemar? Kita tak bisa mengelak untuk mengagumi kejujuran, ketenangan, dan selera humor seseorang yang menerima kritikan sadis seperti itu.
Ketika saya masih kecil, bapak saya membangun rumah dan seorang tukang batunya terlibat perdebatan seru dengan tukang-tukang lain yang berawal dari kritikan kepadanya. Akhirnya tukang-tukang lain menyeretnya dan mendorongnya masuk selokan berlumpur. Semua mentertawakan dan mengejeknya sebagai orang goblog dan tak becus. Tapi si tukang batu hanya tertawa saja, malah cekakaan dan melempar-lemparkan lumpur pada teman-temannya. Bapak saya menunjukkan itu contoh sikap yang baik, “hanya tertawa saja” bila dikritik. Esoknya tukang-tukang lain tak pernah ada yang mengkritiknya lagi karena percumah mengkritik orang macam dia.
13129112641233849914
Pendopo Mangkubumen tempat kuliah Tingkat 1 FK UGM tempo dulu dengan halaman depan tempat perploncoan yg legendaris FK UGM Kompleks Ngasem, saya foto Juli 2011 - dok.pribadi.
13129115501208218525
Gedung Ruang Dekan dan Administrasi FK UGM tempo dulu di Kompleks Ngasem Mangkubumen, di sebelah utara pendopo tempat kuliah Tingkat 1 FK UGM di Kompleks Ngasem Mangkubumen.
13129118152123816177
Ruang Kuliah Tingkat 2 yang berhadapan dgn Tingkat 3 atau 4 di sebelah utara Pendopo tempat kuliah Tingkat 1 FK UGM di kompleks Ngasem Mangkubumen. Dinding ruang ini sekarang di kaca, dipakai untuk seminar2 mahasiswa Univ Widya Mataram. Saya foto Juli 2011 - dok.pribadi
13129120871570711196
Warung makan mhsw FK UGM tempo dulu di Mangkubumen. Warung ini terletak di sebelah timur gedung kuliah Tingkat 2 di Ngasem. Mahasiswa FK UGM makan disini diantara kuliah dan praktikum. Saya foto Juli 2011 - dok.pribadi.
Jenderal Mac Arthur mempunyai salinan tulisan pernyataan dari Lincoln yang digantungkan di atas meja di markasnya selama perang, demikian pula Winston Churchill memiliki salinan itu yang di bingkainya di dinding ruang belajarnya di Chartwell. Bunyinya sebagai berikut: “Seandainya saya mencoba membaca jauh lebih sedikit dari menjawab semua serangan yang ditujukan kepada saya, kantor ini bisa jadi ditutup. Saya melakukan hal terbaik dari apa yang saya ketahui caranya – hal terbaik yang saya bisa, dan saya bertekad untuk terus melakukan hal itu sampai akhir. Bila akhirnya semua berjalan dengan baik, apa yang dikatakan oleh orang yang menentang saya tak akan jadi masalah. Tapi bila akhirnya segala sesuatunya berjalan dengan salah, andai ada sepuluh malaikat bersumpah bahwa saya benarpun tak akan ada bedanya

---------------------------

Puasa, Dimensi Eksoteris yang Menembus Batas


Puasa merupakan ritual paling tua pada semua keyakinan keagamaan. Tuhan berfirman, “Diwajibkan kepadamu puasa seperti diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu semua bertakwa”. Ayat-ayat sejenis ini bersama hadis semakna hampir pasti diulng kaji setiap Ramadhan. Masalahnya, apakah makna ayat-ayat dan hadis itu sama dengan makna tahun-tahun sebelumnya? Jawabannya harus terkait dengan fungsi makna ayat dan hadis itu dengan kehidupan aktual.
Puasa, sebagai kegiatan ibadah dalam Islam,sebagaimana juga dalam agama lain, selalu mengandung dua dimensi : esoteris dan eksoteris. Dimensi esoteris sifatnya sangat pribadi (private), tujuan akhirnya mendekat dan menyatu dengan Tuhan dengan jalan mensucikan diri, menjauhkan pikiran, ucapan dan tindakan yang tidak terpuji.
Domensi eksoteris, yaitu implikasi lahir, bahwa orang beragama dituntut melaksanakan perintah agama dengan baik, terukur dan dapat diamati, yang tujuan akhirnya untuk membentuk karakter dan kepribadian mulia sehingga perilaku keberagamaan seseorang mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi sesama manusia. Dengan demikian dimensi iman selalu mengansumsikan munculnya kesalehan sosial.
Dalam tradisi Kristiani, kedua dimensi ini disimbulkan dengan “salib”, yang satu ke arah vertikal, yang lainnya horizontal. Dalam Islam dituangkan dalam frase “hablun minallah, wa hablun minannas”. Mendekat dan berbakti pada Tuhan harus juga membuahkan kebaikan dan pelayanan pada sesama manusia.
Makna penting ritual puasa bukan sekadar lapar tidak makan dan haus tidak minum selama sekitar 12 jam. Puasa lebih bermakna bagi orang kaya dan berkuasa ketika tersedia makanan minuman berlimpah ketika orang-orang sekitar tertunduk patuh. Bagi orang miskin dan tak berkuasa, mereka sudah terbiasa tidak makan minum dan tidak marah.
Pengalaman paling berharga dari puasa ialah ketika seseorang memperoleh kearifan menembus batas kemanusiaan sehingga terbukalah tabir atau hijab dunia materi atau jasad-wadag. Dalam tradisi Sufi inilah yang disebut kasif, saat seseorang mampu melihat jauh ke masa depan di balik yang kasat mata bagaikan malaikat.
Orang Jawa menyebut waskitha, weruh sakdurunge winarah (tahu sebelum kejadian), jalmo limpat seprapat prasasat tamat (sebagian berarti keseluruhan). Itulah maqam (kedudukan) nabi, aulia, dan orang suci yang selalu lahir dalam setiap episode sejarah peradaban. Mereka menembus batas zamannya, menciptakan orde dan peradaban baru. Dengan kasyf orang mampu bertindak yang mustahil dilakukan oleh orang yang masih terkungkung hijab materi ketubuhannya.
Orang yang terbelenggu materi sering tidak percaya diri, meminta pengakuan bahwa dia kaya, selebriti, presiden, menteri, gubernur, bupati, anggauta dewan perwakilan rakyat yang terhormat, dan lain lain. Mereka lebih membutuhkan pengakuan status daripada memenuhi tanggung jawab memenuhi hajat publik jika dirinya tidak kebagian.
Puasa 2011 ini masih berlangsung dalam suasana bencana alam yang bisa menjadi pertanda negeri ini menjalani siklus satu abad atau ribuan tahun. Magma gunung berapi di seantero Nusantara seolah sedang menembus permukaan sebagai pengantar memasuki siklus seribu tahun lalu yang konon sempat menghancurkan kerajaan besar di Jawa Tengah sehingga pindah ke Jawa Timur.
Mayoritas pejabat negeri ini tentu berpuasa pula. Namun apakah mereka memikirkan seberapa besar bantuan yang bisa diberikan kepada masyarakat korban bencana gunung berapi yang hancur rumah dan sawah ladangnya? Apakah para pejabat itu, dan kita sendiri, memikirkan bagaimana sesama kita korban bencana alam itu harus bertahan hidup, makan tiap hari, berteduh, membangun desa dan sawah ladang tempat mata pencaharian mereka kembali? Apakah para pejabat itu, dan kita sendiri, sudah menembus batas melampaui sekedar hasrat kuasa, makan minum, pengakuan sosial, dan memikirkan penderitaan manusia lain?
Tuhan menurunkan wahyu-Nya, menjamin kesejahteraan, kemakmuran, dan ketenteraman yang beriman bukan otomatis tanpa kehendak manusia sendiri. La”llakum tattaqun (supaya dengan puasa engkau semua bertakwa) dalam ayat tentang puasa bukan puasa fisikal, tapi perlu kesadaran spiritual atau rohaniah.
Itulah maksud muhaasabah dalam menjalani puasa, yaitu kehadiran diri secara keseluruhan, bukan sekadar tak makan minum dan bicara kotor.
Dalam filsafat modern, manusia dipandang sebagai rantai terakhir perkembangan penghuni bumi. Agama, khususnya Islam, memandang manusia memiliki malaikat, bahkan ilahiah. Puasa adalah jalan tembus batas kemanusiaan agar sampai ke wilayah malaikat dan ketuhanan sehingga mampu bertindak lebih dari sekadar manusiawi karena telah terbuka hijab-jasadiahnya. Dari sini seseorang bisa bertindak luar biasa hebat, bukan untuk kepentingan sendiri, melainkan juga bagi kepentingan orang lain yang tak ia kenal, untuk orang banyak, bahkan mereka yang memusuhi dan hidup di masa depan.****
13141128842130375987
Sepanjang tepian Kali Putih Muntilan, Magelang, sesudah diguyur lahar dingin Merapi, foto Juni 2011 - dok.pribadi
13141131302096339459
Membangun tebeng di bantaran Kali Putih Muntilan, Magelang, setelah diguyur lahar dingin Merapi, foto juni 2011 - dok.pribadi

---------------------------

Menerima Hal-hal yang Tak Terelakan


Memang “ikhlas, sabar, tabah dan tawakkal” termasuk ajaran agama Islam yang utama, seperti juga “rila, sabar, narima” dalam falsafah hidup Jawa, terutama bagi kita yang mengalami kemalangan, musibah, nasib buruk. Tapi kitapun tahu betapa sulitnya melakukan sikap itu. Bila hal itu mudah, mungkin tak akan ada lagi orang datang ke praktek psikiatri. Selama ini selalu saja, kemarahan, kejengkelan, segala macam keluhan, dari individu-individu yang tak bisa menerima hal-hal tak terelakkan itu, muncul dalam session psikoterapi yang dijalankan para psikiater.
Seperti saudara Gb yang bermain saham dalam jumlah ratusan juta rupiah dan sial, uangnya amblas. Perusahaan yang dipertaruhkannya bangkrut. Ia jadi ambruk sakit-sakitan dengan nyeri dada dan mudah sesak nafas, badan lemas tak bertenaga, nafsu makan hilang dan sulit tidur. Pak Gb menulis ke rubrik kita, sudah 3 kali mondok di RSU, tak diketemukan kelainan fisik yang bermakna dan hasil lab nyapun normal, tapi penyakitnya tak kunjung sembuh.
Pak Gb mengalami gangguan yang disebut psikosomatik atau “faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi/malfungsi fisik”. Tapi bisa pula hal yang berat ini disebut “depresi tersamar” diagnosis yang cukup banyak terjadi di kalangan pengusaha dan eksekutif sekitar 15 tahun yang lalu. Gejala-gejala depresi seperti kemurungan, putus asa, sudah tak nampak lagi karena telah dikonversikan ke gejala-gejala fisik yang hebat itu.
**************
Setiap manusia hidup tak bisa luput dari kemalangan, musibah, nasib buruk yang suatu saat menimpa. Ini merupakan stressor kehidupan yang berat dan tak terduga. Lalu tergantung bagaimana kita harus bereaksi, berespons, atau bersikap menghadapi hal itu. Setiap orang tahu harus bagaimana bersikap menghadapi hal itu, tapi setiap orangpun tahu bagaimana sulitnya bersikap atau bertindak menghadapi kemalangan itu. Hal ini banyak ditentukan oleh pengalaman hidup sebelumnya, dan perkembangan internal mental individu yang banyak dipengaruhi pendidikan dan kultur setempat.
Kultur (budaya) setempat adalah pandangan, pola pikir, falsafah dan pengalaman hidup yang diturunkan para leluhur pada masyarakat sekarang. Misalnya bagaimana masyarakat Bantul yang dengan “rila, sabar, narima” menerima bencana gempa bumi dahsyat yang menghancurkan rumah mereka dan menewaskan 7000 orang itu. Dalam tempo setahun, dengan bantuan pemerintah yang tak mencukupi,mereka sudah bisa bangkit membangun daerahnya menjadi lebih indah dari sebelumnya sehingga tak nampak lagi bekasnya bahwa wilayah ini pernah luluh lantak karena Tsunami gempa yang dahsyat.
Demikian pula masyarakat Cangkringan Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali yang terkena bencana lahar panas dan lahar dingin Merapi akhir tahun 2010 kemarin. Mereka hanya sedih dan terpekur sebentar ditempat-tempat pengungsian sementara untuk selanjutnya cepat pulang membangun sisa-sisa rumah dan sawah ladangnya. Sambat sebut yang mengharu-biru memang keluar dari mulut mereka tapi dalam hati dan pikiran mereka sesungguhnya sangat siap untuk terus hidup dan “bekerja-sama” dengan bencana itu membangun desanya kembali.
Bantuan dari pemerintah dan sumbangan-sumbangan swasta yang sangat sedikit tak membikin mereka protes dan tak mereka hiraukan. Bencana Merapi itu adalah “cobaan” atau “ujian” dari Gusti Allah atau Hyang Kang Murbeng Dumadi bagi mereka yang selama ini hidup mengenyam kesuburan dan kenyamanan tanah Merapi. Maka mereka harus bisa menerimanya dan “bekerja-sama” dengan hal tak terelakkan itu untuk bangkit dan hidup kembali.
Dalam bukunya yang tersohor tentang bagaimana mengatasi kecemasan dan depresi, Dale menulis tentang Elizabeth Conney dari Portland, Oregon dan mendiang Booth Tarkington. Elizabeth Conney telah belajar sesuatu, yaitu bahwa kita harus menerima dan bekerja sama dengan hal yang tidak terelakkan.
“Hal itu memang sudah begitu. Ia tidak bisa dirubah”. Ini bukanlah sebuah pelajaran yang mudah untuk dipelajari. Bahkan seorang raja di atas tahtanya sekalipun harus terus-menerus mengingatkan dirinya tentang hal itu. Mendiang George V telah menggantungkan kata-kata berikut ini dalam sebuah bingkai di dinding perpustakaannya di istana Buckingham : “Ajarkan saya untuk tidak menangisi bulan dan tidak pula menangisi susu yang sudah tumpah”.
Pemikiran yang sama diungkapkan oleh Schopenhauer dalam cara seperti ini: “Penerimaan kepada takdir adalah hal penting yang harus diupayakan sebagai bekal utama untuk perjalanan hidup”.
Tentu saja, keadaan saja tidak akan bisa membuat kita bahagia atau tidak bahagia. Persepsi ddan pendapat kita sendiri terhadap keadaan itu yang bisa membuat kita sengsara atau bahagia. Seperti pemikir-pemikir abad pertama dan kedua Masehi, Epictetus, seorang budak, mengatakan :”Manusia merasa terganggu bukan karena benda-benda atau suatu peristiwa, tapi karena pandangan mereka sendiri terhadap benda-benda atau peristiwa itu”.
Dan Marcus Aurelius, seorang kaisar, menulis : “Bila benda-benda luar menyusahkan anda, penyebabnya tidak berada pada benda itu sendiri, melainkan pada pendapat Anda tentang benda yang menyebabkan Anda menderita itu. Terserah pada Anda untuk merubah pendapat anda. Bila perilaku Anda membuat Anda terganggu, siapa yang melarang anda merubahnya?”.
Kita bisa menghadapi setiap bencana dan tragedi serta memenangkan mereka semua – jika kita harus melakukannya. Masyarakat Bantul mungkin tidak pernah berpikir kalau mereka bisa mengatasi tempat tinggal dan hidupnya yang porak poranda, tapi mereka dengan cara yang mengejutkan telah berhasil menguatkan sumber daya di dalam diri mereka sendiri yang akan memastikan mereka untuk bisa melewati semuanya asal nereka mau menggunakannya. Kita lebih kuat dari apa yang kita fikirkan.
Mendiang Booth Tarkington mengatakan, bahwa dia bisa menerima segala sesuatu yang dipaksakan oleh hidup kepadanya kecuali : kebutaan. Pada usia yang ke enampuluh, pandangan matanya mulai kabur dan dokter spesialis matanya menemukan suatu kebenaran yang tragis: Tarkington akan kehilangan penglihatannya. Salah satu matanya hampir buta, sedang yang lainnya menyusul. Bagaimana Tarkington menghadapi bencana terburuk ini? Apakah ia ingin mati saja? Tidak. Ia baik-baik saja.
131625671544507604
Rumah besar mirip benteng hancur di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman setelah erupsi Merapi Nop 2010 - dok.pribadi
13162569851703609935
Dua anak kakak beradik pulang ke gubugnya di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, setelah erupsi dahsyat lahar panas Merapi Nop 2011 - dok.Pribadi
13162571621320270171
Sebuah warung makanan dan minuman di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, yg telah buka kembali 5 bulan setelah erupsi dhsyat lahar panas Merapi 4 nop 2011 - dok.pribadi
Ketika kegelapan total akhirnya datang, Tarkington berkata: “Saya menyadari bahwasaya bisa menerima hilangnyapenglihatan saya, seperti orang lain juga bisa menerima semuanya. Seandainyapun saya kehilangan kelima indera saya, saya tahu kalau saya masih bisa hidup di dalam pikiran saya. Karena sesungguhnya di dalam pikiranlah kita melihat, dan di dalam pikiranlah kita hidup, tidak peduli apakah kita mengetahuinya atau tidak”

---------------------------

Perlunya Visi dan Misi Pribadi


Minggu ini sebuah surat dikirimkan ke rubrik ini, dari seorang bapak yang mengkonsulkan putranya, yang pindah-pindah jurusan kuliah akhirnya mogok tak mau masuk kuliah lagi cuma main “game” komputer di kamar kostnya. Ini mirip benar dengan dua kasus yang datang ke praktek saya dalam seminggu terakhir.
Kasus yang dikonsulkan lewat surat itu tentang anak laki-laki, 23 tahun, yang merasa kesulitan dan tidak cocok dengan bidang studinya. Ia pindah ke bidang sudi lain di satu universitas, tidak cocok lagi dan pindah lagi setelah satu tahun ke vak lain. Akhirnya entah karena apa orang tuanya mendapatinya tidak pernah masuk kuliah lagi dan hanya main “game” komputer di kamar atau ke tempat rental.
Kasus yang datang ke praktek saya yang pertama seorang anak muda laki-laki juga, usia kurang lebih sama, yang merasa kesulitan dengan bidang studinya dan pindah ke jurusan lain. Di jurusan baru inipun ia mengalami kesulitan, tidak cocok dan pindah ke vak lain di universitas lain. Ternyata disinipun ia merasa gagal, dan akhirnya tidak mau kuliah, hanya di rumah saja, nampak murung, tak punya semangat dan menghindari orang.
Kasus kedua adalah seorang mahasiswi yang putus pacaran dengan teman sekampus, lalu terpaksa pindah kuliah untuk melupakannya dan menghilangkan sakit hatinya. Di universitas yang baru ia tak bisa menyesuaikan diri, merasa malu dengan teman-temannya dan mengurung diri di kamar berbulan-bulan tak mau kuliah lagi.
Kasus-kasus seperti ini sesungguhnya sudah sering berdatangan ke praktek saya dan para psikiater lain, hanya bapak ibunya atau orangtuanya dengan menyeret anaknya. Kasus pemuda yang lewat surat itu menunjukkan adanya frustasi dan kebingungan dari pemuda itu. Ia merasa kesulitan lalu merasa “tak cocok” dengan bidang studinya, ia tak mau berjuang untuk menguasai materi perkuliahan yang sudah dipilihnya itu lalu pindah ke vak lain. Ternyata vak lain yang dipilihnya juga tidak mudah, membutuhkan ketlatenan kuliah dan belajar yang terus menerus.
Ia terlalu malas untuk melakukan itu dan karena takut pada orangtuanya ia pindah lagi ke vak lain yang nampaknya mudah tanpa perjuangan. Ternyata vak baru inipun butuh ketlatenan kuliah dan usaha belajar keras untuk bisa menguasai materinya. Ia tak mau bersusah payah berupaya lagi dan akhirnya melarikan diri ke arah “game” komputer atau rental. Ia tak mampu melakukan apa-apa dan tak tahu apa yang harus dikerjakan menghadapi orang tuanya.
Kasus pemuda yang dibawa ke praktek saya sama, hanya sedikit bedanya simtom-simtom depresinya kelihatan. Demikian juga kasus gadis yang putus cinta itu. Ia tak bisa memakai studi sebagai kompensasi dari cintanya yang gagal, tapi malah kehilangan minat dan gairah untuk belajar menguasai bidang studi itu tertimbun depresinya.
Sesungguhnya, tanpa psikoterapi yang panjang-panjang saya bisa saja langsung memberi mereka itu antidepresan, ditambah anticemas bila perlu, untuk menghilangkan depresi dan kecemasannya. Tapi bila sebulan kemudian efek obat habis, depresinya akan kambuh lagi dan muda-mudi itu akan “nglumpruk” kembali. Mereka tak mampu mengerjakan apa-apa lagi dan akan menghindari orang.
Jadi perlu adanya wawancara tatap muka dengan muda-mudi ini untuk mengarahkan, atau mendorong mereka, membangkitkan motivasi hidupnya kembali mencapai cita-citanya. Ini yang disebut Motivational Enhancement Therapy (MET), biasa diterapkan pada pecandu Napza untuk berhenti, disini dipakai untuk membangkitkan motivasi studi(belajar).
Untuk ini dibutuhkan kesadaran akan pentingnya cita-cita hidup yang jelas untuk diraih. Pada pecandu, cita-cita ini adalah berhenti total pakai Napza dan sembuh selamanya. Pada muda-mudi ini cita-cita itu tentunya “menjadi sarjana intelektual yang bisa bekerja bagi masyarakat”. Ini adalah Visi pribadi yang harus ditumbuhkan kuat pada mereka.
Visi dan Misi adalah hal biasa bagi suatu organisasi. Bagi organisasi RS, maka RS manapun pasti mempunyai Visi dan Misi ini yang dipampang besar-besar di dinding depan supaya diingat seluruh petugas. Visi adalah mimpi, atau cita-cita tinggi yang kemungkinan masih bisa diraih organisasi itu. Misi, biasanya 3-4, adalah cara, upaya dan proses mencapai Visi itu.
Individu adalah suatu kesatuan organisasi juga. Organisasi yang terdiri atas otak, pikiran, perasaan, kehendak dan perilaku individu itu sendiri. Sesorang bisa menentukan Visi hidupnya, dan sekaligus Misi nya untuk mencapai Visi itu.
Saya ambil contoh si Ris, adik saya bungsu. Sewaktu SMA Ris masuk ke bidang IPS, padahal ia ingin ke IPA karena kaka-kakanya IPA semua. Ris sangat sedih, malu, kecewa dengan teman-temannya, meski orangtua saya tidak menyesalinya sama sekali. Ris mengalami depresi, tapi ia membuat Visi dan Misi hidupnya. Ia menyelesaikan SMA nya lalu berjuang untuk diterima di UGM Fakultas Ekonomi. Ia berjuang lagi, dengan tiga Misinya, mati-matian untuk bisa masuk jurusan akuntansi. Ris berhasil. Setelah menyelesaikan studinya, Ris mencoba bekerja di Bank di Jakarta.
Ia pindah-pindah kerja sampai lima kali, sampai akhirnya diterima di Bank pemerintah yang terkemuka. Ia bersedia ditempatkan di Kalimantan, menjadi Ketua Divisi analisa kredit. Setelah 10 tahun ia balik ke Jawa, ke Pati, lalu ke Riau, dan akhirnya ke Jakarta. Menjadi Kepala Cabang Bank itu di Jakarta, telah berkeluarga, mempunyai rumah sendiri dan rumah dinas di Jakarta. Ris telah membuktikan dirinya lebih sukses dari kakak-kakaknya yang IPA dan jadi dokter. Andai Ris mogok belajar dan pindah SMA untuk bisa masuk IPA, atau malah diam saja di rumah tak mau berusaha masuk universitas, atau di universitas mengalami kesulitan dan pindah-pindah ke lain jurusan, ia tak akan mencapai semuanya ini sekarang bukan?
Visi yang tepat untuk ketiga muda-mudi diatas adalah mirip dengan Visi si Ris : “Mendjadi sarjana (intelektual) yang bisa bekerja dan berguna bagi masyarakat”. Nah, tidak terlalu muluk bukan? Tapi hasilnya bisa dahsyat. Untuk itu diperlukan Misi, cukup tiga saja, misalnya : (1) belajar sebaik-baiknya dengan segala fasilitas yang ada tanpa putus asa; (2) mencari teman-teman yang se ide untuk berjuang bersama-sama mencapai Visi; dan (3) menjaga kesehatan dan semangat serta siap mencari jalan keluar (plan B) bila Misi mengalami hambatan.
13184150061454917530
Rumah hancur di desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, keterjang lahar panas Merapi 4 Nop 2010. Sekarang desa ini sudah dibangun kembali dgn Visi: Menjadi desa yg aman, makmur dan sejahtera di bekas lahar Merapi - dok.pribadi.
13184156011754450019
dr Tantri SpKJ mewakili PDSKJI Cab Magelang memberikan bantuan 9000 bibit pohon pada 9 desa di Kecamatan Dukun di lereng Merapi, kegiatan para psikiater Magelang ini mempunyai Visi:
Nah setiap bangun pagi, simtom-simtom depresi seperti pikiran negatif, lungkrah aras-arasen, sedih dan putus asa, tak ada gairah, malu ketemu orang, akan segera menggelayuti. Ucapkan tegas untuk diri sendiri : “Aku tak kan kecewa, aku bersemangat dan bahagia, semua orang menyukaiku dan aku akan sukses hari ini, Tuhan bersamaku”. Esok paginya ucapan itu diulangi lagi. Seluruh sel-sel dan jaringan tubuh, berikut alam semesta, akan mewujudkan “mantra” itu.

---------------------------