Ibu Nys, seorang ibu rumah tangga yang PNS, telah menulis pada rubrik kita ini, masalah putranya seorang siswa SMP, yang seminggu tak masuk sekolah, menentang orang tua dan gurunya, dan prestasi belajarnya menurun drastis. Putra ibu itu selama tidak masuk sekolah hanya main-main saja ke tempat teman-temannya. Dan jelas itu teman di luar sekolah yang tak jelas sekolah apa tidak. Ia mengaku mabuk-mabukan dan kegiatan lain yang tak jelas. Sebelumnya ibu menemukan sebuah bungkusan kecil kertas koran di bawah kasur putranya. Bu Nys membuka bungkusan itu dan mendapati rajangan daun dan rantung daun kering kecoklatan. Putranya mengaku itu cimeng titipan temannya, dan barang itu cepat diambil temannya kembali. Bu Nys khawatir putranya telah mulai mengkonsumsi ganja. Ia menanyakan pakah ciri-cirinya anak telah mulai pakai ganja dan apa pengaruhnya ganja bagi tubuh.
**********
Sesungguhnya secara hukum ibu Nys harus memberikan barang yang dibungkus kertas koran itu pada polisi dan melaporkan bahwa putranya menyimpan barang itu di bawah kasur kamar tidurnya dan bahwa putranya dengan teman-temannya telah mulai memakai zat adiktif itu, menyimpan atau memberikannya pada teman lain. Tapi mana ada di dunia ini seorang ibu melaporkan sendiri putranya dan teman-temannya telah memakai ganja serta menyimpannya di kamarnya? Kecuali kalau sudah benar-benar menthok.
Karena masih di bawah umur, putra ibu itu harus mendapat peringatan keras sekaligus pembinaan untuk menjauhi barang-barang terlarang macam itu. Ganja meski secara pharmakologis tak termasuk narkotika, tapi dalam Undang-Undang Narkotika no 35 tahun 2009 termasuk narkotika golongan 1, sama seperti Undang Undang sebelumnya, tahun 1992. Memakainya sendiri terancam hukuman 1-2 tahun, menyimpan dan memberikannya pada orang lain diancam hukuman 4 tahun keatas.
Di negara kita ganja atau cannabis “naik daun” pada tahun 1970an, bersamaan dengan gelombang generasi “hipies” di Amerika. Di Jogya banyak dibawa turis-turis aing di Malioboro, dikonsumsi dengan dirokok dan disebut “gelek”. Di Indonesia banyak dihasilkan di Aceh, disana dipakai sebagai penyedap bumbu masak yang ikut digodok dalam kuali atau panci bersama sayur.
kemudian tahun-tahun berikutnya penggunaan ganja ini menurun, agak meningkat lagi tahun 1980an bersama meningkatnya pil koplo, lalu menurun lagi drastis dan tahun-tahun 1997an meningkat lagi bersamaan dengan”booming”nya heroin. Ganja disebut “cimeng” dan dipakai sebagai zat pengganti bila heroin tak bisa didapat.
Ganja, mariyuana, atau kanabis berasal dari tanaman Kanabis, sejenis tanaman perdu yang bisa beberapa meter tingginya, mengandung zat psikoaktif delta-9 tetra-hidro-kanabinol (THC). Kadar tertinggi THC terdapat pada pucuk tanaman betina yang sedang berbunga, tetapi juga terdapat pada daun dan rantingnya. Karena itu ganja dikemas dengan dikeringkan dan ditumbuk daun, ranting dan bunganya. Kanabis tumbuh di daerah tropis dan subtropis, seperti Indonesia, Thailand, Sumatra, Kolombia dll. Diantaranya banyak species kanabis, yang tergolong drug type mengandung THC sampai 5%, bahkan bisa mencapai lebih dari 10% bila cara penanamannya diperbaiki.
Di Amerika dikenal banyak nama untuk ganja dalam bahasa gaul – seperti gelek dan cimeng di Indonesia – yaitu Buddah sticks, Dope, Grass, Acapulco gold, Jive, Stick, dll. Ganja dapat dikonsumsi sebagai makanan dalam bentuk manisan, diseduh seperti teh dan kopi, tapi kebanyakan cara penyalahgunaan adalah diracik lembut dan dirokok seperti merokok tembakau.Di Indonesia, ganja banyak dijumpai di Aceh sebagai tanaman tradisional warisan leluhur, dipakai sebagai bumbu masak penyedap makanan yang direbus dalam kuali bersama sayur. Karena direbus dan dimakan bersama sayur, dalam jumlah relatif sedikit, maka zat psikoaktifnya tak begitu terasa. Beda dengan dikeringkan dan dirokok, zat psikoaktifnya akan maksimal, maka ganja termasuk zat adiktif “inhalant” atau disedot lewat pernafasan.
Karena mungkin dianggap tanaman yang tumbuh alami secara tradisional inilah maka dua tahun lalu saya mendengar ganja atau kanabis ini dilegalkan di negeri Belanda. Entah negara-negara lain di Eropa. Bahkan disana berbagai jenis dan bentuk ganja dari seluruh dunia di pamerkan di cave-cave dan kanabis dari Indonesia termasuk jenis bagus yang digemari. Di Indonesia orang menanam dan memelihara ganja jelas untuk disalahgunakan sebagai zat adiktif karena memberikan keuntungan yang sangat besar, karena itu Indonesia tidak melegalkan dan melarang dengan Undang-Undang Narkotika no 35 tahun 2009.
Bagi pemula, atau orang yang baru mulai mencoba, pada waktu intoksikasi akan mengalami kecemasan hebat selama 10-30 menit, rasa takut mati, gelisah, hiperaktif, kecurigaan, takut tidak bisa mengendalikan diri, dan takut menjadi gila. Jadi mirip gangguan panik. Tapi kemudian jadi tenang, gembira berlebihan, banyak bicara, badan merasa ringan seperti bisa melayang. Segala stres psikisnya akan hilang, ia merasa diri dan omongannya hebat, idenya bertubi-tubi, timbul waham curiga yang tak begitu menyebabkan takut malah mentertawakan dan dinikmatinya.
Muncul halusinasi penglihatan berupa kilataan-kilatan sinar, bentuk-bentuk amorf dengan warna warni cemerlang. Pengaruh ganja pada penggunaan melalui rokok timbul setelah 20-30 menit dan bertahan 2-4 jam. Setelah itu individu akan mengalami “gejala putus zat” berupa ilusi-ilusi mengerikan, pusing-pusing hebat (cephalgia), tidak doyan makan, mual-mual dan badan lungkrah aras-arasen. Sering timbul curiga-curiga hebat atau “reaksi paranoid akut”.
Penggunaan ganja dalam jangka waktu lama dan dalam jumlah banyak dapat mempengaruhi pikiran, menurunkan kemampuan baca, berbicara dan berhitung, menghambat sosialisasi, menghindari persoalan hidup. Gerak anggauta badan melambat, perhatian terhadap sekitar berkurang. Dorongan semangat hidup berkurang banyak sampai tidak memikirkan masa depannya, disebut “sindrom amotivasional”. Bisa terjadi peradangan paru yang menimbulkan penyakit pernafasan. Memperburuk aliran darah koroner yang menyebabkan serangan angina pektoris.
Ganja menimbulkan perubahan pada sel otak sehingga bisa menyebabkan atrofi sel otak. Lebih banyak mengandung zat karsinogenik daripada tembakau sehingga bisa menimbulkan kanker. Serangan psikosis sementara dapat terjadi dengan gejala waham dan halusinasi tanpa tilikan yang mirip dengan skizofrenia. Karena dampak buruk ini semua maka ganja benar-benar harus dihindari. Gejala putus zat yang terjadi bisa di “detoksifikasi” dengan obat-obat psikotropika selama sebulan, dan bila tak bisa menghindari ajakan teman harus masuk panti pemulihan (rehabilitasi) minimal 6 bulan.
---------------------------