Perlunya Visi dan Misi Pribadi


Minggu ini sebuah surat dikirimkan ke rubrik ini, dari seorang bapak yang mengkonsulkan putranya, yang pindah-pindah jurusan kuliah akhirnya mogok tak mau masuk kuliah lagi cuma main “game” komputer di kamar kostnya. Ini mirip benar dengan dua kasus yang datang ke praktek saya dalam seminggu terakhir.
Kasus yang dikonsulkan lewat surat itu tentang anak laki-laki, 23 tahun, yang merasa kesulitan dan tidak cocok dengan bidang studinya. Ia pindah ke bidang sudi lain di satu universitas, tidak cocok lagi dan pindah lagi setelah satu tahun ke vak lain. Akhirnya entah karena apa orang tuanya mendapatinya tidak pernah masuk kuliah lagi dan hanya main “game” komputer di kamar atau ke tempat rental.
Kasus yang datang ke praktek saya yang pertama seorang anak muda laki-laki juga, usia kurang lebih sama, yang merasa kesulitan dengan bidang studinya dan pindah ke jurusan lain. Di jurusan baru inipun ia mengalami kesulitan, tidak cocok dan pindah ke vak lain di universitas lain. Ternyata disinipun ia merasa gagal, dan akhirnya tidak mau kuliah, hanya di rumah saja, nampak murung, tak punya semangat dan menghindari orang.
Kasus kedua adalah seorang mahasiswi yang putus pacaran dengan teman sekampus, lalu terpaksa pindah kuliah untuk melupakannya dan menghilangkan sakit hatinya. Di universitas yang baru ia tak bisa menyesuaikan diri, merasa malu dengan teman-temannya dan mengurung diri di kamar berbulan-bulan tak mau kuliah lagi.
Kasus-kasus seperti ini sesungguhnya sudah sering berdatangan ke praktek saya dan para psikiater lain, hanya bapak ibunya atau orangtuanya dengan menyeret anaknya. Kasus pemuda yang lewat surat itu menunjukkan adanya frustasi dan kebingungan dari pemuda itu. Ia merasa kesulitan lalu merasa “tak cocok” dengan bidang studinya, ia tak mau berjuang untuk menguasai materi perkuliahan yang sudah dipilihnya itu lalu pindah ke vak lain. Ternyata vak lain yang dipilihnya juga tidak mudah, membutuhkan ketlatenan kuliah dan belajar yang terus menerus.
Ia terlalu malas untuk melakukan itu dan karena takut pada orangtuanya ia pindah lagi ke vak lain yang nampaknya mudah tanpa perjuangan. Ternyata vak baru inipun butuh ketlatenan kuliah dan usaha belajar keras untuk bisa menguasai materinya. Ia tak mau bersusah payah berupaya lagi dan akhirnya melarikan diri ke arah “game” komputer atau rental. Ia tak mampu melakukan apa-apa dan tak tahu apa yang harus dikerjakan menghadapi orang tuanya.
Kasus pemuda yang dibawa ke praktek saya sama, hanya sedikit bedanya simtom-simtom depresinya kelihatan. Demikian juga kasus gadis yang putus cinta itu. Ia tak bisa memakai studi sebagai kompensasi dari cintanya yang gagal, tapi malah kehilangan minat dan gairah untuk belajar menguasai bidang studi itu tertimbun depresinya.
Sesungguhnya, tanpa psikoterapi yang panjang-panjang saya bisa saja langsung memberi mereka itu antidepresan, ditambah anticemas bila perlu, untuk menghilangkan depresi dan kecemasannya. Tapi bila sebulan kemudian efek obat habis, depresinya akan kambuh lagi dan muda-mudi itu akan “nglumpruk” kembali. Mereka tak mampu mengerjakan apa-apa lagi dan akan menghindari orang.
Jadi perlu adanya wawancara tatap muka dengan muda-mudi ini untuk mengarahkan, atau mendorong mereka, membangkitkan motivasi hidupnya kembali mencapai cita-citanya. Ini yang disebut Motivational Enhancement Therapy (MET), biasa diterapkan pada pecandu Napza untuk berhenti, disini dipakai untuk membangkitkan motivasi studi(belajar).
Untuk ini dibutuhkan kesadaran akan pentingnya cita-cita hidup yang jelas untuk diraih. Pada pecandu, cita-cita ini adalah berhenti total pakai Napza dan sembuh selamanya. Pada muda-mudi ini cita-cita itu tentunya “menjadi sarjana intelektual yang bisa bekerja bagi masyarakat”. Ini adalah Visi pribadi yang harus ditumbuhkan kuat pada mereka.
Visi dan Misi adalah hal biasa bagi suatu organisasi. Bagi organisasi RS, maka RS manapun pasti mempunyai Visi dan Misi ini yang dipampang besar-besar di dinding depan supaya diingat seluruh petugas. Visi adalah mimpi, atau cita-cita tinggi yang kemungkinan masih bisa diraih organisasi itu. Misi, biasanya 3-4, adalah cara, upaya dan proses mencapai Visi itu.
Individu adalah suatu kesatuan organisasi juga. Organisasi yang terdiri atas otak, pikiran, perasaan, kehendak dan perilaku individu itu sendiri. Sesorang bisa menentukan Visi hidupnya, dan sekaligus Misi nya untuk mencapai Visi itu.
Saya ambil contoh si Ris, adik saya bungsu. Sewaktu SMA Ris masuk ke bidang IPS, padahal ia ingin ke IPA karena kaka-kakanya IPA semua. Ris sangat sedih, malu, kecewa dengan teman-temannya, meski orangtua saya tidak menyesalinya sama sekali. Ris mengalami depresi, tapi ia membuat Visi dan Misi hidupnya. Ia menyelesaikan SMA nya lalu berjuang untuk diterima di UGM Fakultas Ekonomi. Ia berjuang lagi, dengan tiga Misinya, mati-matian untuk bisa masuk jurusan akuntansi. Ris berhasil. Setelah menyelesaikan studinya, Ris mencoba bekerja di Bank di Jakarta.
Ia pindah-pindah kerja sampai lima kali, sampai akhirnya diterima di Bank pemerintah yang terkemuka. Ia bersedia ditempatkan di Kalimantan, menjadi Ketua Divisi analisa kredit. Setelah 10 tahun ia balik ke Jawa, ke Pati, lalu ke Riau, dan akhirnya ke Jakarta. Menjadi Kepala Cabang Bank itu di Jakarta, telah berkeluarga, mempunyai rumah sendiri dan rumah dinas di Jakarta. Ris telah membuktikan dirinya lebih sukses dari kakak-kakaknya yang IPA dan jadi dokter. Andai Ris mogok belajar dan pindah SMA untuk bisa masuk IPA, atau malah diam saja di rumah tak mau berusaha masuk universitas, atau di universitas mengalami kesulitan dan pindah-pindah ke lain jurusan, ia tak akan mencapai semuanya ini sekarang bukan?
Visi yang tepat untuk ketiga muda-mudi diatas adalah mirip dengan Visi si Ris : “Mendjadi sarjana (intelektual) yang bisa bekerja dan berguna bagi masyarakat”. Nah, tidak terlalu muluk bukan? Tapi hasilnya bisa dahsyat. Untuk itu diperlukan Misi, cukup tiga saja, misalnya : (1) belajar sebaik-baiknya dengan segala fasilitas yang ada tanpa putus asa; (2) mencari teman-teman yang se ide untuk berjuang bersama-sama mencapai Visi; dan (3) menjaga kesehatan dan semangat serta siap mencari jalan keluar (plan B) bila Misi mengalami hambatan.
13184150061454917530
Rumah hancur di desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, keterjang lahar panas Merapi 4 Nop 2010. Sekarang desa ini sudah dibangun kembali dgn Visi: Menjadi desa yg aman, makmur dan sejahtera di bekas lahar Merapi - dok.pribadi.
13184156011754450019
dr Tantri SpKJ mewakili PDSKJI Cab Magelang memberikan bantuan 9000 bibit pohon pada 9 desa di Kecamatan Dukun di lereng Merapi, kegiatan para psikiater Magelang ini mempunyai Visi:
Nah setiap bangun pagi, simtom-simtom depresi seperti pikiran negatif, lungkrah aras-arasen, sedih dan putus asa, tak ada gairah, malu ketemu orang, akan segera menggelayuti. Ucapkan tegas untuk diri sendiri : “Aku tak kan kecewa, aku bersemangat dan bahagia, semua orang menyukaiku dan aku akan sukses hari ini, Tuhan bersamaku”. Esok paginya ucapan itu diulangi lagi. Seluruh sel-sel dan jaringan tubuh, berikut alam semesta, akan mewujudkan “mantra” itu.

---------------------------